Pengalaman 5 Sekawan Muha Mengikuti Program Japan Short Course
SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta mewujudkan salah satu bagian visi yaitu berdaya saing internasional. Sejumlah 5 peserta didik dari SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta mengikuti Program Japan Short Course bersama dengan 6 siswa SMA N 1 Yogyakarta. Peserta berangkat dari Bandara NYIA pada hari Senin, 6 Mei hingga kembali ke Indonesia tanggal 16 Mei 2024.
Pada program Japan Short Course ini siswa belajar Bahasa Jepang di Hiroshima University serta belajar Japanese Culture Experience seperti Yukata Wearing, Origami-Kendama, dan Cooking Okonomiyaki. Mereka merasakan pembelajaran di Hiroshima Prefectural Koyo High School serta Experience Japanese Public Transortation. Tidak terlewat pula di Hiroshima, siswa juga mengikuti Seminar "How to get Scholarship". Artinya siswa-siswi ini telah menjadi duta kebudayaan yang menampilkan salah satu budaya Indonesia khususnya Yogyakarta yaitu menarikan Tari Nawang Sekar.
Program ini merupakan program kedua yang pernah diikuti oleh SMA Muha, setelah sebelumnya Japan Short Course di Tsukuba University. Dengan program ini diharapkan para siswa menjadi lebih disiplin dan memiliki pengalaman belajar bahasa dan kebudayaan secara langsung di Jepang.
Aida Ramzy Khalida Kusuma, siswi kelas XI IPA 5, mengikuti program Japan Short Course mengungkapkan motivasinya, "Sejak masuk SMA, saya sudah memiliki ketertarikan mengenai pendidikan lanjutan ke negara Jepang. Ketika mendapatkan informasi adanya pertukaran pelajar ke Jepang, saya sangat tergerak."
Persiapan Aida mencakup latihan tari intensif dan persiapan dokumen. "Kami latihan setiap hari, bahkan saat akhir pekan," jelasnya. Pengalaman pertama Aida di Jepang sangat mengesankan. "Saya sangat terpukau dengan negara di sana, terutama di musim semi. Orang-orangnya sangat disiplin, apalagi tentang waktu," ujarnya.
Di sekolah, ia melihat perbedaan yang mencolok dengan Indonesia dalam hal kedisiplinan dan keteraturan. "Mereka langsung berkumpul dengan cepat dan tertib di aula tanpa bicara, sangat disiplin," katanya. Selama di Jepang, Aida mengikuti kelas bahasa Jepang dan menikmati berbagai makanan khas seperti bento, sandwich khas Jepang, sushi, dan onigiri. "Makanan khas di sana yang saya sukai adalah bento, sandwich khas Jepang, sushi, dan onigiri," ungkapnya.
Salah satu budaya yang paling berkesan bagi Aida adalah mengenakan baju yukata. "Pemakaian yukata sangat menyenangkan," kenangnya. Selama mengikuti program ini, Aida belajar pentingnya manajemen waktu dan sopan santun. "Dalam manage waktu, ini adalah poin terpenting. Jika telat sedikitpun, akan hangus semuanya," katanya. Ini memperkuat keinginannya untuk melanjutkan studi di Jepang. "Saya lebih sering mencari informasi menarik tentang beasiswa di Jepang sebagai referensi studi lanjutan," tambahnya.
Aida menyarankan kepada siswa lain untuk mengikuti program Japan Short Course karena dapat menjadi pijakan awal untuk melanjutkan studi di luar negeri, khususnya Jepang. "Kalian harus mencoba mengikuti program ini. Program Japan Short Course ini sangat memotivasi karena diadakan seminar scholarship yang memberikan berbagai informasi tentang perkuliahan di luar negeri," pesannya. Pengalaman Aida selama di Jepang sangat berharga dan memberikan banyak pelajaran serta motivasi untuk masa depannya. "Insya Allah, saya ingin melanjutkan studi di Jepang baik itu di S1 maupun di S2," pungkasnya.
Rafa Ayra Anand Hadisantosa, siswa kelas E7, juga menjadi salah satu siswa yang menyelesaikan program Japan Short Course. Motivasi utama Rafa adalah minatnya dalam mempelajari budaya luar. "Jepang memiliki kebudayaan yang menarik untuk dipelajari," ujar Rafa. Dalam proses seleksi, Rafa harus mempersiapkan presentasi dan penampilan untuk ditunjukkan kepada siswa di Jepang. "Yang cukup menantang adalah mempersiapkan presentasi dan performance dalam waktu yang kurang dari sebulan," jelasnya. Sebelum berangkat, Rafa melakukan berbagai persiapan, termasuk belajar percakapan sehari-hari dalam bahasa Jepang dan persiapan mental untuk bertemu dengan budaya baru.
Pengalaman pertama Rafa di Jepang sangat mengesankan. "Banyak kesan pertama yang sulit dijelaskan karena ini pengalaman pertama saya belajar ke luar negeri," katanya. Dia juga menyebutkan betapa nyaman cuaca di Jepang saat itu, yang sedang transisi dari musim semi ke musim panas. Di sekolah Jepang, Rafa melihat banyak perbedaan dengan sekolah di Indonesia. "Mereka terbiasa menggunakan selop di dalam ruangan dan semua murid membersihkan sekolah sendiri. Tidak ada tukang bersih," ujarnya. Rafa juga terkesan dengan interaksi yang interaktif dan berbagai kegiatan seperti theatre show dan art showcase yang diadakan oleh murid-murid Jepang.
Walaupun ada kendala bahasa, Rafa merasa senang dengan inisiatif siswa dan guru di Jepang untuk berkomunikasi. "Mereka memiliki inisiatif yang tinggi untuk bisa berkomunikasi dengan kita dengan cara apapun," katanya. Salah satu kegiatan yang paling menyenangkan bagi Rafa adalah discussion lunch time, di mana mereka bisa berbincang dan berbagi cerita selama makan siang.
Rafa juga berbagi kesan mencoba berbagai makanan khas Jepang. "Favorit saya adalah melonpan, okonomiyaki, dan takoyaki," ungkapnya. Mengenai adaptasi budaya, Rafa belajar dari kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukannya dan merasa terbantu dengan kesabaran orang-orang Jepang dalam mengajarinya.
Pelajaran berharga yang didapat Rafa dari program ini adalah bagaimana hidup berdampingan dengan lingkungan baru dan menurunkan ego untuk bisa berkomunikasi dengan baik. "Menurunkan ego adalah suatu bentuk rasa hormat kita terhadap mereka," kata Rafa. Pengalaman ini juga memperkuat keinginannya untuk belajar di luar negeri. "Setelah bertemu dengan seorang peserta program dari Kanada, saya merasa bahwa saya tidak hanya ingin tetapi harus belajar di luar negeri," tambahnya.
Untuk rencana masa depan, Rafa sudah menentukan rencana karier pendidikannya, meskipun Jepang bukan destinasi utama. Ia sangat tertarik untuk bekerjasama dengan Jepang jika ada kesempatan. Pesan Rafa untuk siswa lain adalah, "Gunakan kesempatan untuk ngobrol dengan orang baru agar bisa membuka pandangan baru. Jangan takut sama orang baru." Pengalaman Rafa selama di Jepang sangat berharga dan memberikan banyak pelajaran serta motivasi untuk masa depannya. "Program ini sangat membantu membuka pandangan saya tentang pendidikan dan masa depan," tutupnya.
Annisa Febrianti, siswa kelas XI IPA 4, juga baru saja menyelesaikan program Japan Short Course dengan penuh antusias. Motivasi utama Annisa untuk mengikuti program ini berasal dari pengaruh dua orang influencer yang melanjutkan pendidikan mereka di luar negeri. "Aku suka bayangin aja kalo kehidupan di luar itu pasti beda banget dan kita bakal punya banyak pengalaman dalam hidup," ujarnya. Selain itu, dorongan dari sang ibu juga menjadi faktor penting, "Mama aku minta aku bisa mencoba hal seru kaya gini, dan seengaknya bisa ngasi aku gambaran gimana sih kehidupan di luar itu khususnya di negara Jepang."
Proses seleksi untuk program ini, menurut Annisa, cukup menyenangkan. "Sejauh ini engga ada sih, ya aku enjoy aja dengan apa yang diminta menurut prosedur," katanya. Persiapan sebelum berangkat, Annisa banyak belajar tentang Jepang melalui media sosial dan vlog-vlog tentang kehidupan sehari-hari di Jepang. Dia juga mempelajari bahasa sehari-hari seperti perkenalan dan ucapan salam. Ketika terpilih, tanggapan keluarga dan teman-temannya sangat positif. "Terutama keluarga aku pasti seneng banget dong, apalagi bisa dapet kesempatan belajar di Jepang. Temen-temenku juga happy dan pada ngasi semangat semoga kegiatan disana lancar terus," ungkap Annisa.
Pengalaman pertama Annisa di Jepang sangat mengesankan. "Waktu aku sampe di Bandara Internasional Kansai, first impression aku bener-bener yang kaya ‘wah keren banget nih, udah mana bersih tertata’," kata Annisa. Dia merasa nyaman dengan lingkungan baru yang bersih dan tertata rapi, serta cuaca yang meskipun panas tetap terasa nyaman. Di sekolah Jepang, Annisa merasakan banyak perbedaan dengan sekolah di Indonesia. "Sekolahku waktu di Jepang, bener-bener nyaman banget, bersih, dan orang-orangnya ramah semua," katanya. Salah satu perbedaan mencolok adalah kebiasaan siswa Jepang yang tidak memakai sepatu di dalam sekolah, melainkan menggunakan sandal khusus. Annisa juga mengamati bahwa siswa di Jepang sangat menghargai guru dan lingkungan sekitar mereka.
Meskipun ada kendala bahasa, Annisa merasa komunikasinya dengan teman-teman dan guru di Jepang berjalan lancar. "Interaksi aku selama disana ya dikit-dikit lah ya pakek bahasa Jepang, walaupun cuman tau basic-basic nya aja," katanya. Dia juga menggunakan bahasa Inggris, meskipun tidak semua orang di Jepang mengerti bahasa tersebut. Annisa sangat menikmati kegiatan ekstrakurikuler yang diikutinya, terutama kelas pengajaran bahasa Jepang yang interaktif. "Kita diajak buat tau Jepang tu kaya gimana sih cara komunikasi nya sehari-hari. Dan yang bikin seru tu di sela-sela pengajaran, selalu ada games yang ngebuat kita gabosen," cerita Annisa.
Menghadapi kebiasaan dan budaya Jepang, Annisa harus menyesuaikan diri dengan prinsip hidup yang disiplin dan tertib. "Aku juga menyesuaikan sama budaya mereka, contohnya kalo di Jepang itu di jalanan harus baris rapi engga boleh menyamping barisnya, tapi harus baris kebelakang," jelasnya. Annisa juga menikmati berbagai makanan khas Jepang, terutama yang berbau matcha. "Aku paling suka makanan yang berbau matcha, contohnya kaya mochi, ice cream, minuman," katanya.
Untuk mengatasi rasa kangen terhadap keluarga dan teman-temannya, Annisa selalu melakukan update melalui grup keluarga dan video call. "Setiap malam hari kalo aku lagi ga sibuk, pasti aku video call terutama sama keluarga aku," ujarnya.
Pengalaman budaya yang paling berkesan bagi Annisa adalah saat belajar memakai kimono. "Itu seru banget suerrr. Waktu itu kita dijelasin dan diajarin cara makek kimono dengan benar," katanya. Pelajaran berharga yang didapat Annisa selama mengikuti program ini adalah penambahan hal-hal positif dalam hidupnya dan kesempatan untuk bertanya langsung tentang beasiswa di Jepang. "Kita bisa secara langsung nanya-nanya ke orang yang lebih berpengalaman dan mereka juga selalu ramah dan mau berbagi ilmunya untuk kita," kata Annisa. Pengalaman ini juga mempengaruhi pandangan Annisa tentang pendidikan dan masa depannya. "Pengalaman ini ngebuat aku menilai pendidikan itu penting banget dan nomor satu, apalagi buat masa depan kita," katanya. Annisa berencana melanjutkan sekolah di luar negeri, baik di Eropa maupun Jepang.
Pesan Annisa untuk siswa lain yang ingin mengikuti program Japan Short Course adalah untuk terus semangat. "Semangat terus yaa, kalo kalian ikut program ini dijamin bakal nambahin pengalaman yang seru banget," katanya. Annisa juga berbagi pengalaman seru lainnya selama di Jepang, seperti belajar masak okonomiyaki, berkunjung ke Universal Studio Japan, dan berbelanja di Dotonbori. Selama mengikuti program Japan Short Course memberikan banyak pelajaran berharga dan memotivasi dirinya untuk terus maju dan meraih impian belajar di luar negeri.
Aulia Farah Hidayah, siswa kelas XI IPA 4, usai kembali dari program Japan Short Course dengan penuh cerita dan pengalaman menarik. Motivasi utama Aulia untuk mengikuti program ini adalah ketertarikannya pada jurusan di Jepang yang diminatinya serta kekagumannya terhadap kebudayaan Jepang. "Jurusan yang aku minati disana bagus dan aku tertarik dengan kebudayaan sana," ungkapnya.
Proses seleksi untuk program cukup mudah, namun Aulia menemukan tantangan terbesar saat harus belajar menari secara mandiri untuk performa. "Tahapan paling menantang adalah disaat kita harus belajar menari secara mandiri untuk perform sedangkan aku ga begitu bisa menari," ceritanya. Persiapan Aulia sebelum berangkat ke Jepang meliputi mempersiapkan bahasa Inggris dan membawa oleh-oleh untuk orang Jepang. Keluarga dan teman-teman Aulia sangat mendukung keputusannya untuk mengikuti program ini. "Baik keluarga maupun teman-teman sangat baik karena bisa dapat new experience baik secara akademik maupun non-akademik," jelasnya.
Pengalaman pertama Aulia saat tiba di Jepang sangat mengesankan. "Suasana disana dingin, nyaman, pokoknya disana enak banget buat ngapa-ngapain, mau jalan kaki kemana aja ga keringetan," ujarnya dengan semangat. Di sekolah Jepang, Aulia merasakan perbedaan besar dibandingkan dengan sekolah di Indonesia. "Pelajar disana disiplin, rapi, dan sopan banget. Pada saat kita perform mereka bisa duduk di lantai rapi bahkan tidak ada yang mengobrol pada saat acara pentas berlangsung," jelasnya. Interaksi dengan teman-teman dan guru-guru di Jepang menjadi tantangan tersendiri bagi Aulia karena kendala bahasa. "Disana susah banget buat komunikasi karena yang bisa berbahasa Inggris hanya sedikit dan yang bisa berbahasa Inggris itupun masih menggunakan logat mereka jadi sulit untuk didengar dan dicerna," katanya.
Menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan budaya Jepang tidak terlalu sulit bagi Aulia. "Aku pribadi bisa menyesuaikan diri dengan sendirinya dan dengan perlahan terbiasa, dari terima kasih sambil nunduk sampai aku minum dari keran kamar mandi," ceritanya dengan tawa. Selama di Jepang, Aulia mencoba berbagai makanan khas Jepang dan memiliki favorit tersendiri. "Untuk favorit aku sih udon sama makanan-makanan kecil yang terbuat dari matcha," ungkapnya. Untuk mengatasi rasa kangen terhadap keluarga dan teman-teman di Indonesia, Aulia selalu menyempatkan diri untuk mengabari mereka melalui chatting atau video call. "Setiap malam aku pasti berusaha untuk menyempatkan diri ngabarin melalui chatting ataupun video call," ujarnya. Dari program ini, Aulia mendapatkan banyak pelajaran berharga, terutama tentang disiplin dan sopan santun. "Mungkin jadi orang disiplin dan sopan itu harus," ujarnya dengan bijak. Pengalaman ini juga mempengaruhi pandangan Aulia tentang pendidikan dan masa depannya. "Keinginanku buat mengejar cita-citaku meningkat, bahkan kemarin sampai diberikan banyak cara untuk dapet peluang berkuliah disana," jelasnya.
Meskipun masih mengalami jetlag, Aulia merasa ada perubahan dalam dirinya. "Sejauh ini aku masih terbiasa buat bangun kepagian," katanya. Aulia berharap bisa melanjutkan pendidikan di Jepang karena jurusan yang diminatinya disana sangat bagus dan nyaman untuk belajar. "Aku berharap iya, karena jurusan yang pengen aku ambil disana bagus dan nyaman juga buat belajar," ungkapnya. Pesan Aulia untuk siswa lain yang ingin mengikuti program pertukaran pelajar adalah untuk tidak ragu dan takut. "Gausa ragu dan takut buat ikut program pertukaran pelajar seperti ini, ya karena ini chance buat kita cari experience yang belum tentu orang lain dapet juga," katanya dengan semangat. Selama mengikuti program Japan Short Course memberikan banyak pelajaran berharga dan memotivasi dirinya untuk terus maju dan meraih impian belajar di luar negeri.
Sekar Meiranti, siswa kelas XI IPS 2, juga mengikuti program Japan Short Course dengan penuh cerita dan pengalaman menarik. Motivasi utama Sekar untuk mengikuti program ini adalah mempelajari kultur budaya Jepang dan berinteraksi dengan murid-murid di sana. Proses pendaftaran untuk program ini dilakukan cukup mudah, dan seluruh murid SMA Muha dapat mengikutinya. Persiapan Sekar sebelum berangkat ke Jepang meliputi mempelajari beberapa kata sederhana dalam bahasa Jepang seperti "arigatou gozaimasu" dan "konnichiwa". Keluarga dan teman-teman Sekar sangat mendukung keputusannya untuk mengikuti program ini.
Pengalaman pertama Sekar saat tiba di Jepang sangat mengesankan. "Langsung terlihat perbedaan budaya antara Indonesia dan Jepang. Seluruh orang berbaris dengan teratur pada satu sisi saat menggunakan eskalator. Cuaca juga dingin meskipun matahari terik," ungkapnya. Di sekolah Jepang, Sekar merasakan perbedaan besar dibandingkan dengan sekolah di Indonesia. "Murid diwajibkan melepas sepatu dan menggantinya dengan sandal yang telah disediakan oleh sekolah. Selain itu, murid dilarang menggunakan ponsel selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, tetapi sekolah menyediakan laptop untuk menunjang kegiatan belajar mengajar," jelasnya.
Interaksi dengan teman-teman dan guru-guru di Jepang menjadi tantangan tersendiri bagi Sekar karena kendala bahasa. "Kebanyakan dari mereka masih kesulitan dalam berbicara dan memahami bahasa Inggris. Beberapa dapat mengerti kalimat dalam bahasa Inggris walau kalimat yang saya ucapkan harus menggunakan kalimat bahasa Inggris yang sederhana," katanya. Menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan budaya Jepang tidak begitu sulit bagi Sekar. "Hanya perlu memperhatikan dan mengamati terlebih dahulu, jika belum yakin maka dapat bertanya pada sensei yang membimbing," ceritanya.
Selama di Jepang, Sekar mencoba berbagai makanan khas Jepang dan memiliki favorit tersendiri. "Salmon grill menjadi makanan berat favorit saya. Rasanya jauh berbeda dengan salmon grill yang biasanya disajikan pada resto Jepang di Indonesia. Salmon sama sekali tidak amis dan fresh. Kemudian berbagai makanan rasa matcha merupakan dessert favorit yang wajib saya beli selama di sana," ungkapnya. Untuk mengatasi rasa kangen terhadap keluarga dan teman-teman di Indonesia, Sekar selalu mengabari mereka melalui chat WA atau video call. "Setiap malam aku pasti berusaha untuk menyempatkan diri mengabari orang-orang terdekat," ujarnya. Dari program ini, Sekar mendapatkan banyak pelajaran berharga, terutama tentang kedisiplinan dan ketepatan waktu. "Kedisiplinan dan ketepatan waktu adalah pelajaran berharga yang saya dapatkan," ujarnya. Ini juga mempengaruhi pandangan Sekar tentang pendidikan dan masa depannya. "Pendidikan di Jepang menginspirasi saya untuk melanjutkan studi di luar negeri, terutama Jepang. Melihat banyaknya peluang beasiswa bahkan untuk foreigners sekalipun," jelasnya. Sekar merasa ada perubahan dalam dirinya setelah mengikuti program ini. "Saya jadi lebih bersemangat mengejar pendidikan yang lebih tinggi lagi," katanya. Sekar berharap bisa melanjutkan pendidikan di Jepang dengan mengusahakan beasiswa. Pesan Sekar untuk siswa lain yang ingin mengikuti program pertukaran pelajar adalah untuk tidak ragu. "Jangan ragu buat ikut, kesempatan ga dateng dua kali. Mungkin awal-awal ada yang berpikir ‘ngapain ikut program student exchange cuma sebentar?’ nyatanya, banyak pengalaman dan kenalan baru selama di sana," katanya dengan semangat. Sekar selama mengikuti program Japan Short Course memberikan banyak pelajaran berharga dan memotivasi dirinya untuk terus maju dan meraih impian belajar di luar negeri. "Penting banget buat nyiapin kartu nama yang isinya minimal ada nama dan username Instagram buat tetap berhubungan sama murid-murid di sana," pesannya. (EB)