BACAAN AL-FATIHAH UNTUK ORANG MENINGGAL DUNIA

BACAAN AL-FATIHAH
UNTUK ORANG MENINGGAL DUNIA

Muhamadiyah sebagai gerakan tajdid khususnya dalam arti memurnikan ajaran Islam, dalam menjalankan amalan ibadah selalu melandaskan diri pada dalil-dalil al-Quran dan Sunnah maqbullah.
Muhammadiyah dalam menghadapi persoalan-persoalan agama menugaskan kepada majeli tarjih dan tajdid untuk melakukan pembahasan secara mendalam untuk memberikan solusi persoalan yang muncul di masyarakat terkait paham agamanya. Melalui tarjih inilah muncul produk-produk baik berupa putusan, fatwa maupun wacana.
Berkaitan dengan bagaimana pendapat muhammadiyah terkait menghadiahkan bacaan al-fatihah kepada orang yang sudah meninggal dunia ? maka dalam fatwa tarjih pernah dibahas sebagaimana pertanyaan dari masyarakat yang disidangkan pada Jumat, 17 Syawal 1429 H / 17 Oktober 2008 M).

Dalam fatwa itu telah dipaparkan tentang pendapat para ulama, sebagian ulama seperti Imam Ahmad bin Hambal mengatakan pahalanya sampai kepada si mayit. Dan sebagian ulama lainnya seperti Imam Malik dan Imam Syafii mengatakan tidak sampai. Tim Fatwa Agama cenderung kepada pendapat yang kedua ini karena beberapa alasan, antara lain:
Pertama, tidak terdapat ayat al-Quran atau hadis Nabi Muhammad saw yang dapat dijadikan dasar yang kuat untuk melakukannya. Bahkan di dalam al-Quran Allah menyatakan bahwa manusia tidak akan memperolehi balasan di akhirat melainkan apa yang diusahakannya sendiri ketika masih di dunia. Firman-Nya:


وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى. وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى. ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ اْلأَوْفَى. [النجم، 53: 39-41]

Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, [QS. an-Najm (53): 39-41].
Dan di dalam sebuah hadis, Rasulullah saw memberi peringatan agar supaya kita tidak melakukan hal-hal yang tidak ada tuntunannya. Hadis tersebut berbunyi:


عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم]


Artinya: Diriwaytkan dari Aisyah r.a. katanya: Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam agama kita ini yang tidak berasal darinya maka perbuatan itu ditolak. [HR. al-Bukhari dan Muslim]
Kedua, para sahabat tidak melakukan hal itu karena memang tidak ada tuntunannya dari al-Quran dan Hadis.
Ketiga, kita tidak bisa memastikan apakah ketika kita membaca al-Quran itu kita mendapat pahala sehingga bisa menghadiahkan pahala tersebut kepada orang lain atau tidak.
Keempat, menganut pendapat sampainya pahala bacaan kepada orang lain sering kali berakibat negatif, yaitu orang yang kurang beramal saleh mengharapkan hadiah pahala dari orang lain.
Memperhatikan alasan-alasan di atas, maka lebih baik kita tidak melakukan yang tidak ada tuntunannya, dan mencukupkan diri dengan yang jelas ada tuntunannya, yaitu mendoakan orang yang meninggal dunia.