Hukum Mengucapkan Selamat Natal.

Polemik Hukum  Mengucapkan Selamat Natal


Di bulan Desember ini kerap terjadi perbincangan di masyarakat terkait persoalan mengucapkan selamat natal kepada umat Kristen. Hukum ucapan selamat natal bagi umat Islam yang diucapkan kepada umat Kristen kerap menimbulkan polemik di masyarakat. Polemik ini hampir terjadi di setiap tahun.
para ulama berbeda pendapat terkait persoalan ini, karena masalah ucapan selamat natal tersebut merupakan masalah istimbat hukum  disebabkan oleh perbedaan  Ijtihad mereka dalam memahami ayat atau Hadis yang bersifat umum. Ada ulama yang membolehkan pengucapan selamat hari natal karena dasar hukum mengikuti prosesi natal bagi mereka memang boleh. Ada pula ulama yang lebih memilih berhati-hati karena mengucapkan selamat natal berarti dia telah memberikan kesaksian palsu.
Akar permasalahan munculnya perbedaan pendapat tersebut disebabkan oleh beberapa hal.  Bisa dilihat dari menempatkan masalah ucapan selamat natal itu merupakan perkara dalam wilayah muamalah atau terkait dengan persoalan akidah ?
Dalil yang digunakan para ulama yang membolehkan ucapan Selamat hari raya untuk agama lain di antaranya, Surat Al-Mumtahanah ayat 8; Surat Al-Baqarah ayat 83; Surat An-Nahl ayat 90; Surat An-Nisa' ayat 86. Dalil lainnya adalah keumuman kaidah: "Bahwa bab Muamalah hukumnya boleh sampai ada dalil yang melarangnya. Kalangan ini memandang bahwa tahniyah hari raya agama lain tidaklah berkaitan dengan masalah ibadah apalagi aqidah. Ketika sesesorang mengucapkannya, bukan serta merta bisa diartikan bahwa dia menyetujui dan mengakui kebenaran ajaran agama mereka."
Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang perayaan Natal Bersama, pernah mengeluarkan fatwa Bahwa umat Islam diperbolehkan untuk kerjasama dan bergaul dengan umat agama-agama lain, dalam masalah-masalah yang berhubungan masalah keduniaan. Hal ini didasarkan pada surat Al-Hujurat ayat 13, surat Lukman ayat 15, surat al-Mumtahanah ayat 8.
Bahwa umat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agama dengan aqidah dan peribadatan agama lain. Hal ini didasarkan pada surat Al-Kafirun ayat 1-6 dan surat Al-Baqarah ayat 42.
Bahwa umat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain. Hal ini didasarkan pada surat Maryam ayat 30-32, surat Al-Maidah ayat 75 dan surat Al-Baqarah ayat 285.
Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa al-Masih itu anaknya, maka orang itu (menurut al-Qur’an) kafir dan musyrik. Hal ini didasarkan pada surat Al-Maidah ayat 72 dan 73, serta surat At-Taubah ayat 30.
Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu, berdasarkan surat Al-Ikhlas ayat 1-4. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan. Hal ini didasarkan pada Hadis riwayat Muslim tentang yang halal itu jelas dan yang haram pun jelas, dan di antara keduanya adalah masalah yang syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Dasar lain ialah qaidah fiqhiyyah: “Menolak kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan”.
Menurut pendapat ustadz Wawan,  anggota Majelis tarjih dan tajdid pimpinan pusat Muhammadiyah menjelaskan, bahwa para ulama yang mengharamkan pengucapan selamat hari natal karena berdasarkan penafsiran QS. Maryam ayat 23-26. Dalam ayat tersebut, Jibril memerintahkan Maryam yang sedang melahirkan Isa al Masih untuk meraih pangkal pohon kurma itu kearahnya lalu mengambil buahnya yang telah matang untuk dimakan. Kehadiran buah kurma memberikan isyarat bahwa kelahiran Isa al Masih bukan di musim dingin dan dengan demikian tanggal 25 Desember bukan kelahiran Putra Maryam tersebut.
Sementara para ulama yang membolehkan pengucapan selamat hari natal berlandaskan pada QS. Al Mumtahanah ayat 8. Dalam ayat tersebut, Allah tidak melarang untuk berbuat baik kepada orang-orang yang tidak memerangi umat Islam. Karenanya, mengucapkan selamat natal merupakan salah satu bentuk perbuatan baik kepada orang non-muslim, sehingga perbuatan tersebut diperbolehkan.
Perbedaan semacam ini hendaknya tidak boleh menjadikan internal umat Islam terpecah belah. Umat Islam harus memahami bahwa di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah tidak disebutkan secara spesifik terkait dengan kebolehan atau keharaman mengucapkan selamat natal. Karena termasuk aspek ijtihadiyah, maka hal ini merupakan kreasi nalar manusia dan refleksi terhadap realita
Dalam Tanya Jawab Agama jilid II, Majelis Tarjih mengeluarkan fatwa dengan menyarankan agar tidak dilakukan pengucapan selamat hari natal kepada umat Kristen. Sementara dalam Fatwa Tarjih yang terdapat di Suara Muhammadiyah no 5 tahun 2020 disebutkan kebolehan membantu atasan di kantor dalam perayaan natal seperti penyediaan kursi, ornament, dan lain-lain.
“Dalam satu situasi minoritas, ia berada di lingkungan minoritas, bila tidak mengucapkan selamat hari natal akan terjadi sesuatu, maka mengucapkannya bagian dari yang disampaikan (boleh).
Menurut Beliau, Perbedaan Fatwa Tarjih yang terdapat di Tanya Jawab Agama jilid II dan Suara Muhammadiyah no 5 tahun 2020 sebenarnya dapat dilihat dengan al-jam`u wat taufiq atau kompromi. Dalam kondisi minoritas di mana toleransi begitu diperlukan agar terjalin keharmonisan, maka boleh mengucapkan selamat hari natal. Sementara dalam situasi yang tidak menuntut adanya toleransi di lingkungan kita (karena memang telah harmonis), sebaiknya menghindari ucapan selamat hari natal kepada umat Kristiani.