Hal–Hal yang di Bolehkan Sebelum dan Saat Walimah
Hal–Hal yang di Bolehkan Sebelum dan Saat Walimah
- Menentukkan hari, bulan, dan tahun pernikahan dan walimahan
Menentukkan waktu, hari, bulan, dan tahun pernikahan dan walimahan adalah perbuatan yang diperbolehkan, selama hal tersebut terkait dengan masalah-masalah teknis pernikahan, misalnya memperhitungkan kesiapan secara materi, kesiapan mental /psikologis calon pengantin, kehadiran keluarga atau kerabat dll. Akan tetapi kalau penentuan tersebut terkait dengan keyakinan adanya waktu/hari/bulan/tahun yang baik (membawa keberuntungan) dan buruk (membawa sial) maka hal tersebut dilarang dan dapat dikategorikan kepada perbuatan syirik.
- Berhias
Pada dasarnya berhias atau perhiasan dibolehkan, karena hal itu termasuk muamalah, dan prinsip dasar muamalah adalah mubah :
الأصل فى الأشياء الإباحة حتى يقوم الدليل على التحريم
“Pada dasarnya segala sesuatu itu adalah mubah (diperbolehkan) sampai terdapat dalil yang melarangnya/mengharamkannya”
Dalam sebuah riwayat 'Aisyah menceritakan bahwa pada saat ia menikah dengan Rasulullah saw, ia dimndikan dan dirias oleh para wanita Anshar :
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَءِ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ ح وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ قَالَ وَجَدْتُ فِى كِتَابِى عَنْ أَبِى أُسَامَةَ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ تَزَوَّجَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِسِتِّ سِنِينَ وَبَنَى بِى وَأَنَا بِنْتُ تِسْعِ سِنِينَ. قَالَتْ فَقَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فَوُعِكْتُ شَهْرًا فَوَفَى شَعْرِى جُمَيْمَةً فَأَتَتْنِى أُمُّ رُومَانَ وَأَنَا عَلَى أُرْجُوحَةٍ وَمَعِى صَوَاحِبِى فَصَرَخَتْ بِى فَأَتَيْتُهَا وَمَا أَدْرِى مَا تُرِيدُ بِى فَأَخَذَتْ بِيَدِى فَأَوْقَفَتْنِى عَلَى الْبَابِ. فَقُلْتُ هَهْ هَهْ. حَتَّى ذَهَبَ نَفَسِى فَأَدْخَلَتْنِى بَيْتًا فَإِذَا نِسْوَةٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَقُلْنَ عَلَى الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ وَعَلَى خَيْرِ طَائِرٍ. فَأَسْلَمَتْنِى إِلَيْهِنَّ فَغَسَلْنَ رَأْسِى وَأَصْلَحْنَنِى فَلَمْ يَرُعْنِى إِلاَّ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ضُحًى فَأَسْلَمْنَنِى إِلَيْهِ.
"Rasulullah saw menikahiku pada saat aku berusia enam tahun, dan beliau menggauliku saat berusia sembilan tahun. Aisyah r.a melanjutkan : ketika kami tiba di Madinah aku terserang penyakit demam selama sebulan, setelah itu rambutku tumbuh lebat sepanjang pundak. Kemudian Ummu Ruman datang menemuiku waktu aku sedang bermain ayunan bersama beberapa orang teman perempuanku. Ia berteriak memanggilku lalu aku mendatanginya sedangkan aku tidak mengetahui apa yang diinginkan dariku. Kemudian ia segera menarik taganku dandituntun sampai dimuka pintu. Aku berkata : huh.. huh.. hingga nafasku lega. Kemudian Ummu Rumman dan aku memasuki sebuah rumah yang di sana telah banyak wanita Anshar. Mereka mengucapkan selamat dan berkah dan atas nasib yang baik. Umu Ruman menyerahkanku kepada mereka sehingga mereka lalu memandikanku dan meriasku dan tidak ada yang membuatku terkejut kecuali ketika Rasulullah saw datang dan mereka menyerahkanku kepada beliau." (HR. Muslim, Abu Dawud, Ibnu Hibban dll)
Firman Allah SWT :
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آَمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Katakanlah, ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah Dia keluarkan untuk hamba-hambaNya dan (siapa pula yang mengharamkan) rizki yang baik?’ Katakanlah, ‘Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di Hari Kiamat.” (QS Al-A’raf 32)
Hadits dari Ibnu Abbas r.a
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَابِسٍ قَالَ سُئِلَ ابْنُ عَبَّاسٍ أَشَهِدْتَ الْعِيدَ مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ نَعَمْ وَلَوْلاَ مَنْزِلَتِى مِنْهُ مَا شَهِدْتُهُ مِنَ الصِّغَرِ ، فَأَتَى الْعَلَمَ الَّذِى عِنْدَ دَارِ كَثِيرِ بْنِ الصَّلْتِ فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ ، وَلَمْ يَذْكُرْ أَذَانًا وَلاَ إِقَامَةً ، ثُمَّ أَمَرَ بِالصَّدَقَةِ فَجَعَلَ النِّسَاءُ يُشِرْنَ إِلَى آذَانِهِنَّ وَحُلُوقِهِنَّ ، فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَتَاهُنَّ ، ثُمَّ رَجَعَ إِلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم
“Aku menyaksikan shalat Id bersama Nabi saw, beliau shalat sebelum khutbah… lalu Nabi saw mendatangi para wanita, beliau memerintahkan mereka bersedekah, maka mereka melemparkan cincin dan kalung dan Bilal menadahinya dengan kainnya, kemudian kembali kepada Nabi saw.” (HR Bukhari)
Meskipun demikian, berhias atau menggunakan perhiasan tidak boleh sampai tabarruj (menampakkan perhiasan dan segala yang dapat mengundang syahwat laki-laki.), sebagaiman firman Allah :
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Janganlah kalian (wahai steri-isteri Nabi) bertabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliah yang awal.” (QS Al-Ahzab 33)
Disamping itu Allah juga mengingatkan dalam firman Nya :
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami-suami mereka atau bapak-bapak mereka atau bapak-bapak mertua mereka (ayah suami) atau anak-anak laki-laki mereka atau anak-anak laki-laki dari suami-suami mereka atau saudara-saudara laki-laki mereka atau anak-anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka (keponakan laki-laki dari saudara lelaki) atau keponakan laki-laki dari saudara perempuan mereka atau di hadapan wanita-wanita mereka.” (QS An-Nur 31)
- Mengadakan Nyanyian/Musik/Permainan
Nyanyian dalam agama Islam termasuk urusan dunia, sebagaimana juga berhias dan prinsip dasar sesuatu/muamalah adalah boleh. Dalam filosofi hukum islam nyanyian bisa dikategorikan kepada masalah tahsiniyah, yaitu kebutuhan yang apabila tidak terpenuhi tidak menyebabkan terancamnya hidup dan tidak membuatnya sengsara dan berada dalam kesulitan[1]. Dalam hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah saw menghadiri pesta nikah Rubayyi binti Mu’awwiz dimana beberapa wanita membawakan nyanyian untuk mengenang keluarganya yang mati sahid :
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ ذَكْوَانَ قَالَ قَالَتِ الرُّبَيِّعُ بِنْتُ مُعَوِّذٍ ابْنِ عَفْرَاءَ . جَاءَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فَدَخَلَ حِينَ بُنِىَ عَلَىَّ ، فَجَلَسَ عَلَى فِرَاشِى كَمَجْلِسِكَ مِنِّى ، فَجَعَلَتْ جُوَيْرِيَاتٌ لَنَا يَضْرِبْنَ بِالدُّفِّ وَيَنْدُبْنَ مَنْ قُتِلَ مِنْ آبَائِى يَوْمَ بَدْرٍ ، إِذْ قَالَتْ إِحْدَاهُنَّ وَفِينَا نَبِىٌّ يَعْلَمُ مَا فِى غَدٍ . فَقَالَ « دَعِى هَذِهِ ، وَقُولِى بِالَّذِى كُنْتِ تَقُولِينَ
“Telah berkata Rubaiyi' binti Muawwidz "Afraa, telah datang Nabi saw waktu aku dikawinkan, lalu beliau duduk atas tempat tidurku, seperti dudukmu dengan aku ini, lalu mulailah bberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji-muji orang yang mati (syahid)dari antara bapak-bapak kami pada perang Badar, tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata:"Di antara kta ini, ada seorang Nabi (Muhammad) yang mengetahui apa yang akan terjadi besok", maka nabi berkata:"Tinggalkanlah ucapan ini, dan nyanyilah dengan nyanyian yang engkau ucapkan (dendangkan)." (HR Bukhari)
Hadits dari Muhammad bin Hathib ra :
أَخْبَرَنَا مُجَاهِدُ بْنُ مُوسَى قَالَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ أَبِي بَلْجٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ حَاطِبٍ قَالَ .قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصْلُ مَا بَيْنَ الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ الدُّفُّ وَالصَّوْتُ فِي النِّكَاحِ
"Rasulullah bersabda:"Perbedaan antara halal dan haram, ialah bermusik dan bernyanyi dalam pernikahan". (HR An-Nsa’I dan Ibnu Majah)
Juga hadits dari 'Aisyah ra :
حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ يَعْقُوبَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَابِقٍ حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا زَفَّتِ امْرَأَةً إِلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ فَقَالَ نَبِىُّ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « يَا عَائِشَةُ مَا كَانَ مَعَكُمْ لَهْوٌ فَإِنَّ الأَنْصَارَ يُعْجِبُهُمُ اللَّهْوُ »
"Bahwasanya ia ('Aisyah) menyerahkan (mengawinkan) seorang wanita kepada seorang laki-laki dari suku Anshar. Lalu nabi bertanya : "Tidak adakah pada kalian permainan, karena sesungguhnya suku Anshar suka dengan permainan." (HR Bukhari)
Ibnu Qudamah (sebagaimana sebagian besar ulama) mengharamkan memainkan alat-alat music , akan tetapi khusus alat music duff (tamboran/rebana) dalam pesta pernikahan ia membolehkannya ia berasalan bahawa nabi juga membolehkan sebagaimana hadits tersebut. Namun diluar pernikahan ia menghukuminya makruh. Terlepas dari adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama, namun hadits-hadits tersebut mengindikasikan adanya kebolehan memukul gendang, bernyanyi, dan mengadakan permainan, seperti musik, gambus, dan sebagainya. Meskipun nyanyian dibolehkan akan tetapi nyanyian atau musik tersebut jangan sampai menimbulkan kemaksiatan kepada Allah SWT.
- Menyiapkan satgas (petugas khusus) untuk menjamu orang-orang yang sudah tua atau secara fisik membutuhkan bantuan
- Foto bersama pengantin
Foto bersama pengantin diperbolehkan selama tidak menimbulkan ikhtilath (berpelukan/bergandengan tangan) maupun fitnah, adapun Ulama-ulama yang melarang foto, pada umumnya menganalogikannya dengan hukum gambar atau menggambar. Majelis Tarjih dalam putusannya menyatakan bahwa gambar itu hukumnya berkisar kepada ‘illatnya (sebabnya),[3] dan apabila gambar/foto itu diorientasikan hanya untuk perhiasan dan tidak khawatir mendatangkan fitnah, hukumnya mubah.
- Sungkeman
Sungkeman dalam artian salaman antara pengantin dan keluarga setelah akad nikah, diperbolehkan selama dilakukan sejara wajar dan tidak berlebihan, disamping itu tetap menjaga supaya tidak terjadi ikhtilath dengan yang bukan mahramnya.
- Memajang pengantin
Memajang pengantin setelah akad nikah dengan tujuan agar para tamu undangan mengetahui siapa yang menikah pada hari itu, diperbolehkan selama tidak berlebihan, dan memenuhi beberapa ketentuan :
- pakaian menutup aurat
Bagian tubuh wanita yang tidak boleh terlihat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan tangan sampai pergelangan tangan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. :
عَنْ قَتَادَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : { إنَّ الْجَارِيَةَ إذَا حَاضَتْ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إلَّا وَجْهُهَا وَيَدَاهَا إلَى الْمِفْصَلِ
"Rasulullah besabda : "Anak perempuan jika sudah datang bulan, tidak pantas terlihat tubuhnya kecuali mukanya dan kedua tangannya sampai pergelangan tangannya." (HR Abu Dawud)
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ كَعْبٍ الأَنْطَاكِىُّ وَمُؤَمَّلُ بْنُ الْفَضْلِ الْحَرَّانِىُّ قَالاَ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ خَالِدٍ - قَالَ يَعْقُوبُ ابْنُ دُرَيْكٍ - عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِى بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَقَالَ « يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا ». وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ.
"Hai Asma', sesungguhnya anak perempuan jika sudah sampai datang bulan, tidak pantas terlihat tubuhnya kecuali ini dan ini. Seraya Rasulullah saw menunjuk kepada muka dan telapak tangnnya." (HR Abu Dawud)
Sedangkan aurat laki-laki adalah bagian tubuh antara lutut dan pusat. Sebagaimana hadits dari Abu Ayyub r.a :
حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ بُهْلُولٍ حَدَّثَنَا جَدِّى حَدَّثَنَا أَبِى عَنْ سَعِيدِ بْنِ رَاشِدٍ عَنْ عَبَّادِ بْنِ كَثِيرٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِى أَيُّوبَ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا فَوْقَ الرُّكْبَتَيْنِ مِنَ الْعَوْرَةِ وَمَا أَسْفَلَ مِنَ السُّرَّةِ مِنَ الْعَوْرَةِ » .
"Nabi saw bersabda : "Apa yang di atas kedua lutut dan di bawah pusar adalah aurat." (HR. Ad Daruquthni dan Al baihaqi)
- Pakaian tidak tipis (nerawang), dan ketat
Disampng harus menutup aurat, pakaian yang dikenakan juga tidak tipis/nerawang dan juga tidak ketat sehingga memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw :
حَدَّثَنِى زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا ».
"Ada dua golongan dari penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat, pertama: satu kaum yang memiliki cemeti-cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua: para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menyimpangkan lagi menyelewengkan orang dari kebenaran. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring/condong. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wanginya surga padahal wanginya surga sudah tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu.” (HR Muslim Dan Ahmad)
- Berhias tidak tabarruj
Yang dimaksud dengan tabarruj dalam surat al Ahzab ayat 33, menurut Al Zajjaj adalah :
إِظهار الزِّينة وما يُستدعى به شهوةُ الرجل .
"Menampakkan perhiasan dan segala yang dapat mengundang syahwat laki-laki."
Sedangkan menurut Syeikh Ahmad Musthafa Al Maraghi; tabarruj adalah "Perbuatan wanita yang mempertontonkan letak-letak keindahan tubuhnya yang wajib ditutupi"[5]
Definisi yang paling lengkap dijelaskan oleh Imam As Syaukani :
التبرّج : أن تبدي المرأة من زينتها ومحاسنها ما يجب عليها ستره مما يستدعي به شهوة الرجل
"Tabarruj adalah (perbuatan) wanita yang menampakkan/mempertontonkan perhiasan dan keindahan tubuhnya yang wajib ia tutupi dari sesuatu yang dapat mengundang syahwat laki-laki."
Tidak dipajang terus-menerus, hingga tidak sempat melaksanakan shalat misalnya
- Seyogyanya ditemani oleh mahramnya, baik orang tua atau yang lainnya