FATWA TARJIH TENTANG ZAKAT DAGANGAN

ZAKAT HARTA DAGANGAN
DAN BAGIAN UNTUK FI SABILILLAH

Pertanyaan dari: Hasyamba di Boyolali
‎(disidangkan pada hari Jumat, 21 Muharram 1428 H / 9 Februari 2007 M)‎


Pertanyaan:‎

‎1.‎ Bolehkah menghitung zakat harta dagangan dengan cara menghitung penjualan per ‎hari, per bulan selama satu tahun, kemudian kami ambil labanya. Dari hasil laba itu kami ‎keluarkan 2,5 % sebagai zakatnya?‎
‎2.‎ Kalau di lingkungan kami tidak ada 8 ashnaf, bolehkah kami membagi kepada ashnaf ‎yang ada saja?‎
‎3.‎ Bolehkah sebagian zakat untuk pembangunan masjid sebagai ashnaf sabilillah?‎


Jawaban:‎

‎1.‎ Dalam zakat perdagangan tidak ditentukan jenis barang dagangannya. Yang ditentukan ‎adalah jumlah harga barang dagangan beserta keuntungannya telah mencapai nishab ‎‎(seharga 85 gram emas murni) dan haul (satu tahun). Oleh karena itu dalam menghitung ‎harga barang dagangan beserta keuntungannya tidak harus dengan menghitung satu per ‎satu jenis barang, melainkan dengan menghitung dalam satu tahun seluruh modal yang ‎berupa barang dagangan itu, ditambah seluruh keuntungan baik berupa uang tunai ‎maupun berupa piutang seperti tabungan, deposito dan lain-lain. Dari hasil perhitungan ‎di atas (perhitungan bersih/netto), jika telah mencapai nishab maka harus dikelurkan ‎zakatnya yakni sebesar 2,5 % dari jumlah seluruh keuntungan dan harta dagangan ‎‎(modal) tersebut. Jadi yang dihitung untuk dikeluarkan zakatnya bukan hanya dari ‎keuntungannya saja. Dalam cara menghitung ini Syara (agama) tidak menentukan ‎secara detail. Namun Islam menuntunkan agar orang mencari dan menggunakan cara ‎‎(jalan) yang mudah selagi yang mudah ini tidak melanggar ketentuan Syara, yakni tidak ‎terjadi manipulasi sehingga akan merugikan. Dalam al-Quran disebutkan:‎
‏ . [البقرة، 2: 185] ‏
Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran ‎bagimu. [QS. al-Baqarah (2): 185]‎
‏ . [الحج، 22: 78]‏
Artinya: Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu ‎kesempitan. [QS. al-Hajj (22): 78]‎
Dalam hadits dijelaskan:‎
يَسِّرُوْا وَلاَ تُعَسِّرُوْا. [رواه ابن ماجه عن أنس]‏
Artinya: Mudahkanlah dan jangan mempersukar. [HR. Ibnu Majah dari Anas]‎
Jika dengan menghitung per hari, per bulan dalam satu tahun dipandang paling ‎mudah, sehingga akan dapat menghasilkan perhitungan yang tepat/akurat sesuai dengan ‎ketentuan nishab dan haul di atas, menurut hemat kami dapat dilakukan. Memang ‎dengan melakukan perhitungan per hari, per bulan dalam satu tahun itu akan lebih dapat ‎menghindari kekeliruan dan kelupaan. Sebab sesuatu yang sudah berlalu dalam tempo ‎yang relatif lama, akan menjadikan orang pada umumnya mudah lupa. Dan kelupaan ini ‎sangat berpotensi untuk berakibat terjadinya kekeliruan.‎
Namun jika dengan perhitungan per hari per bualan dalam satu tahun ‎mengakibatkan hasil perhitungan yang tidak tepat/yang tidak akurat, maka sekalipun ‎dipandang mudah, tentu yang dipertahankan adalah mencari kebenaran bukan semata-‎mata kemudahan.‎
‎2.‎ Kalau semua mustahik (yang berhak menerima zakat) yakni 8 ashnaf itu ada, maka ‎semua berhak untuk mendapat bagian dari harta zakat, yang oleh karenanya muzakki ‎‎(orang yang berzakat) atau amil memberikan zakat itu kepada mereka seluruhnya. Jika ‎di suatu daerah atau negara, hanya terdapat sebagian dan 8 ashnaf yang ada, maka yang ‎ada itu sajalah yang diberikan bagian zakat. Tetapi jika terdapat ashnaf yang lain yang ‎terdapat di daerah atau negara lain yang dipandang sangat mendesak keperluannya ‎sementara harta zakat masih tersedia, hendaknya harta zakat disalurkan kepada ‎mustahik di daerah atau di negara lain, ini sekiranya tidak ada kesulitan atau hambatan ‎dalam pengirimannya.‎
‎3.‎ Di kalangan para ulama terdapat perbedaan pendapat dalam mengartikan fi sabilillah. ‎Ibnul Araby menerangkan bahwa menurut Imam Malik yang dimaksud sabilillah ialah ‎tentara yang berperang (Ahkamul Quran, II: 957). Pendapat tersebut juga merupakan ‎pendapat Imam Syafii (Al-Um, II: 60). Dalam pada itu Rasyid Ridla mengemukakan ‎bahwa yang dimaksud dengan fi sabilillah adalah untuk kemaslahatan umum kaum ‎muslimin (al-Manar, X: 585). Pandangan seperti ini juga didukung oleh Syaltut (Al-‎Fatawa: 219).‎
Dari dua pendapat yang telah dikemukakan kami cenderung kepada pendapat ‎yang kedua yakni pendapat Rasyid Ridla dan Syaltut, mengingat bahwa peperangan ‎pada hahekatnya adalah untuk menegakkan kalimat (agama) Allah. Pada masa sekarang ‎untuk menegakkan kalimat (agama) Allah dapat dilakukan melalui jalur pendidikan, ‎kesehatan, ekonomi, pembanguan infra struktur dan sosial.‎
Berkaitan dengan pertanyaan saudara, maka kami berpendapat boleh sebagian ‎harta zakat untuk bagian sabilillah disalurkan untuk pembangunan masjid yang masih ‎membutuhkan dana.‎