Simak ! Hasil Hisab Muhammadiyah dan rujukan dalil awal ramadhan 1444 H
Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengumumkan awal Ramadan 1444 Hijriah berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai berikut:
1. Pada hari Selasa Legi, 29 Syakban 1444 H bertepatan dengan 21 Maret 2023 M, ijtimak jelang Ramadan 1444 H belum terjadi. Ijtimak terjadi esok harinya, Rabu Pahing, 30 Syakban 1444 H bertepatan dengan 22 Maret 2023 M pukul 00:25:41 WIB.
2. Tinggi Bulan pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta ( = -07 48 dan = 110 21 BT ) = +07 57 17 (hilal sudah wujud), dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam itu Bulan berada di atas ufuk.
3. Umur bulan Syakban 1444 H 30 hari dan tanggal 1 Ramadan 1444 H jatuh pada hari Kamis Pon, 23 Maret 2023 M.
Jika kita menelusuri pembahasan-pembahasan yang dilakukan oleh para ulama Muhammadiyah, telah diputuskan dalam Keputusan Munas Tarjih Ke-26 tentang Hisab dan Rukyah, yaitu :
1. Hisab mempunyai fungsi dan kedudukan yang sama dengan Rukyah sebagai pedoman penetapan awal bulan Ramadlan, Syawwal dan Zulhijjah. Adapun dalil-dalil yang dijadikaan landasan adalah :
a. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 185
… فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ … (البقرة:185)
Artinya: “… Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, …” (QS. al-Baqarah, 2: 185)
b. Al-Qur’an Surat Yunus ayat 5
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ (يونس:5)
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).” (QS. Yunus, 10: 185)
c. Hadits dari Abdullah bin Umar
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ (رواه البخاري و مسلم)
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw menjelaskan tentang bulan Ramadlan dan berkata: Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal, dan jangan pula kamu berbuka sehingga kamu melihat hilal. Bila hilal tertutup awan kamu maka perkirakanlah (kadarkanlah).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
2. Hisab sebagaimana tersebut pada poin satu ialah yang digunakan oleh Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat Muhammadiyah yaitu Hisab Hakiki dengan kriteria Wujudul Hilal. Adapun dalil-dalil yang dijadikan landasan adalah :
a. Al-Qur’an Surat Ar-Rahman ayat 5:
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ (الرحمن:5)
Artinya: “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” (QS. ar-Rahman, 55:5)
b. Al-Qur’an Surat Yasin ayat 40:
الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلاَ اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ (يس:40)
Artinya: “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS. Yasin, 36: 40)
3. Mathla’ yang digunakan adalah mathla’ yang didasarkan pada Wilayatul Hukmi (Indonesia). Adapun dalil-dalil yang digunakan adalah :
a. Hadits dari Kuraib:
عَنْ كُرَيْبٍ أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بِنْتَ الْحَارِثِ بَعَثَتْهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ قَالَ فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَأَنَا بِالشَّامِ فَرَأَيْتُ الْهِلاَلَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِي آخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلاَلَ فَقَالَ مَتَى رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَقُلْتُ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ أَنْتَ رَأَيْتَهُ فَقُلْتُ نَعَمْ وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ فَقَالَ لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلاَ نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلاَثِينَ أَوْ نَرَاهُ فَقُلْتُ أَوَ لاَ تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ فَقَالَ لاَ هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَكَّ يَحْيَى بْنُ يَحْيَى فِي نَكْتَفِي أَوْ تَكْتَفِي (رواه مسلم)
Artinya: “Dari Kuraib (diriwayatkan bahwa) sesungguhnya Ummu Fadhl binti al-Harits mengutusnya menemui Muawiyah di negeri Syam. Ia berkata: Saya tiba di negeri Syam dan melaksanakan keinginannya. Dan masuklah bulan Ramadlan sementara saya berada di negeri Syam. Saya melihat hilal pada malam hari Jum’at, Selanjutnya saya kembali ke Madinah pada akhir bulan Ramadlan. Lalu Abdullah bin Abbas r.a. bertanya kepada saya dan menyebut tentang hilal. Ia bertanya: Kapan kalian melihat hilal? Saya menjawab: Kami melihat hilal pada malam hari Jum’at. Ia bertanya lagi: Apakah kamu sendiri yang melihatnya ? Maka jawab Kuraib, Benar, dan orang yang lain juga melihatnya. Karenanya Muawiyah dan orang-orang disana berpuasa. Lalu Abdullah ibn Abbas berkata: Tetapi kami melihat hilal pada malam hari Sabtu, karenanya kami akan terus berpuasa hingga 30 hari (istikmal) atau kami melihat hilal sendiri. Saya (Kuraib) bertanya: Apakah kamu (Abdullaah ibn Abbas) tidak cukup mengikuti rukyatnya Mu’awiyah (di Syam) dan puasanya. Abdullah ibn Abbas menjawab : Tidak, demikianlah yang Rasulullah saw perintahkan kepada kami.” (HR. Muslim)
b. Keumuman Hadits Ibn Umar
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ (رواه البخاري و مسلم)
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw menjelaskan tentang bulan Ramadlan dan berkata: Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal, dan jangan pula kamu berbuka sehingga kamu melihat hilal. Bila hilal tertutup awan kamu maka perkirakanlah (kadarkanlah).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
4. Apabila Garis Batas Wujudul Hilal pada awal bulan qaamariyah tersebut di atas membelah wilayah Indonesia, maka kewenangan menetapkan awal bulan tersebut diserahkan kepada Kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Di samping memahami dalil-dalil di atas sebagai dasar hisab, ada 3 alasan pokok yang mengharuskan menggunakan metode Hisab dari pada Rukyah dalam menentukan awal bulan Kamariah, seperti dikemukakan oleh Prof. Dr. Syamsul Anwar, MA, dalam buku argumentasi hisab Muhammadiyah, oleh Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yaitu :
1. Demi menyatukan jatuhnya hari Arafah antara Mekah dan kawasan-kawasan bumi yang jauh lainnya.
2. Demi mewujudkan kalender Islam pemersatu dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia yang hanya bisa dibuat dengan berdasarkan pada hisab, dan
3. Agar dapat memastikan jatuhnya tanggal bulan kamariah baru, khususnya Ramadhan dan Syawal, jauh hari sebelumnya sehingga kita dapat merencanakan aktifitas kita dengan rapih.