Status Hadits Shalat Jamak Bukan Dalam Bepergian

Status Hadits Shalat Jamak Bukan Dalam Bepergian

Tanya: Bagaimana status Hadits jamak qashar bukan dalam perjalanan? Mohon penjelasan. (Embo Sakkah Yuna, JL Ir Soekarno 17, Balakamba, Sulawesi Selatan)

Jawab: Untuk menjawab pertanyaan di atas, terlebih dahula lata perlu mengetahui siapa saja ulama Hadits yang meriwayatkannya. Untuk itu mari kita gunakan konkordansi Hadits al Mu'jam al-Mufahros li alfaz al- Hadits an Nabawi. Dari Konkordansi ini kita dapat mengetahui bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Muslim, an-Nasa', Abu Daud dan Tirmidzi Teks Hadits itu adalah sebagai berikut

عَنِ ابْنِ عَبَّاسِ قَالَ صَلَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الله وَالعَصْرَ جَميعا بالمدينةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا سَفَرٍ ، قَالَ أَبُو الزَّبَيْرِ فَسَأَلْتُ سَعِيدَ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ ، فَقَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسِ كَمَا سَأَلْتَني فَقَالَ : أَرَادَ أَنْ لَا تُخْرِجَ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِي

Artinya: Dari Ibnu Abbas dia berkata: "Rasulullah saw pernah shalat di Madinab dengan menjamakkan Dzuhur dan Ashar tidak dalam keadaan takut dan perjalanan. Abu az-Zubeir salah seorang peraus Hadits tersebut berkata. Saya bertanya kepada Said: "Mengapa Rasulullah berbuat demikian?" Maka Said menjawab: "Saya pernah menanyakan pertanyaan seperti itu kepada Ibnu
Abbar, sa menjal Rasulallah ingin agar tidak memberatkan ummateja Lafal di atas adalah lafal Muslim. Ia juga menwayatkan Hadits in dengan beberapa lafal yang bervariasi. Salah satunya adalah:

اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى تين الظهر والعصر والمغرب وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ

ولا مطر

Artinya: Dan Ibnu Abbar ia berkata "Rasulullah saw pernah menjamak shalat Dzuhur dan shalat Ashar serta Maghrib dan Iyak di Madinah tidak dalam keadaan takut dan juga tidak ada hujan. Selain daripada itu Muslim meriwayatkan suatu peristiwa di mana

Ibnu 'Abbas berpidato sangat lama, sejak sore hingga lewat waktu Maghrib,

lalu seorang mengingatkannya supaya bubar dan melakukan shalat. Dengan

nada marah Ibnu Abbas berkata: "Hai, apakah kamu mau mengajar saya

tentang sunnah? Celaka kamu!" Kemudian Ibnu Abbas berkata lagi:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَ

العصر والمغرب والعشاء

Artinya: "Saya pernah melibat Rasulullah saw menjamak shalat Dzahar dan Asbar serta Maghrib dan Iyak" (Shahih Muslim, 311-312, Hadits no. 750 dst.).

An-Nasa'i meriwayatkan Hadits itu dalam "al-Muwafaqit", Bab "al-Jam'u baina as-salatain fi al-hadar" (Sunnah an-Nasa'i, I: 290) dua kali, pertama, dengan lafal "min ghain khaufin wala safar dan kedua, dengan lafal min ghairi khaufin wa matar. Abu Dawud meriwayatkan dengan bab al-Jam's baina as-Salatain dan at-Tirmidzi dalam al-Mamaqit (Sunan at-Tirmidzi,! 121, Hadits no. 187). Adapun Ahmad menwayatkan dalam al-Musnad pada tiga tempat (I 223, 346 dan 354), Hadits-Hadits mengenai jamak shalat tanpa uzur ini sejauh yang Jp kita ketahui adalah shahih. Al-Khatabı menyatakan, sanad Hadits ke As yang dikutip di atas adalah jayyid. Para ulama berbeda pendapat tentang interpretasi terhadap ini dan ang kebolehan menjamak shalat tanpa uzur. Komentator Shahih Mislim, an-Nawawi, menyebutkan pendapat sebagai berikut.

1 Tirmidzi mengatakan pada bagian akhir kitabnya: Tidak terdapat Jalam kitab saya ini suatu Hadits yang disepakati para ulama untuk tidak damalkan yaitu Hadits Ibnu Abbas tentang shalat jamaah di Madinah tanpa adanya keadaan takut atau hujan dan Hadits dihukum matinya peminum untuk keempat kalinya. Kemudian an-Nawawi membenarkan pendapat at Timidni mengenai Hadits Ibnu Abbas la menyatakan tidak ada Jesepakatan ulama untuk meninggalkan Hadits tersebut, bahkan para alama mempunyai bermacam-macam pendapat mengenai hal itu.

2. Selain ulama men-takwil Hadits Ibnu Abbas itu dengan alasan adva hujan (ini memang sesuai dengan tambahan dan riwayat Abu Daud ang menambahkan pernyataan Imam Malik: "Menurut saya hal itu karena ban (Aunul Ma'bud, IV 79 Hadits No. 1198), An-Nawawi menyanggah kedua pendapat itu dengan menyatakan, bahwa alasan hujan tu bertentangan dengan riwayat Muslim yang kedua yang menyatakan bahwa Rasul menjamak tanpa karena takut dan hujan.

3. Adapula yang menafsirkan sebagai jamak pada pertemuan dua waktu, yaitu beliau mengakhirkan shalat pertama pada penghujung waktunya dan segera memulai shalat kedua pada awal waktunya. Pendapat juga tersanggah, kata an-Nawawi oleh pernyataan Ibnu Abbas, bahwa mak tanpa uzur itu diberikan oleh Rasulullah agar umatnya tidak mengalami kesulitan (udak memberatkan umatnya). Hal ini dikuatkan lagi oleh kasus Ibnu Abbas yang diperkuat oleh Abu Hurairah.

4. Ada pula yang men-takwil Hadits tersebut dengan sakit. Artinya, mak boleh dilakukan ketika berada di tempat (udak musafir) apabila dalam keadaan sakit. An-Nawawi memilih pendapat ini.

5. Sebagian ulama membolehkan jamak tanpa uzur kalau ada keperluan penting sepanjang tidak dibiasakan terus-menerus. Pendapat ini & pegang oleh Ibnu Sırın, Asyhab dari Madzhab Maliki, al-Qaffal, dan asy- Sam al-kabir dan madzhab Syafi'i, dan segolongan ahli Hadits ini dipilih oleh Ibnul al-Mundzır serta dikuatkan oleh keterangan oleh Ibnu Abbas bahwa jamak tanpa uzur itu dimaksudkan sebagai kelapangan bagi ummat Im Demikian uraian an-Nawawi (Syarah shahih Muslim, V 218-219)
Amir as-Shan'ani, penyusun Subul as-Salam menentang keras kebolehan menjamak shalat ditempat (tanpa bepergian). "Ia mengatakan "Adapun Hadits Ibnu Abbas itu tidak sah dijadikan hujjah, karena tidak menjelaskan apakah jamak Rasulullah tanpa uzur itu taqdim atau ta'k Karena itu menurut as-Shan'ani lebih baik berpegang pada aturan yang

sudah jelas, yaitu seperti shalat dikerjakan pada waktunya masing-masing" Ibnu Mundzir menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk mentakwil Hadits Ibnu 'Abbas itu dengan uzur tertentu, karena Ibnu 'Abbas sendiri menegaskan maksud Rasulullah melakukan yang demikian, yaitu untuk memberi kelapangan pada ummatnya.

Demikian sebagai pendapat ulama dalam memahami beberapa Hadits di atas dan silahkan penanya memilih yang menjadi kemantapannya. Akan tetapi dianjurkan untuk tetap shalat pada waktunya masing-masing

Perlu dicatat:

1. Dalam Hadits tentang jamak shalat bukan dalam perjalanan itu tidak dilakukan dengan qashar, jadi hanya jamak saja.

2. Dalam menjamak ini ada yang dengan melakukan jamak "shun". artinya melakukan shalat Dzuhur dan Maghrib pada akhir waktu dan melakukan shalat berikutnya, yaitu 'Ashar dan Isya di awal waktunya serta ada juga yang memahami dan melakukannya dengan jamak dalam salah satu waktu.

3. Dalam melakukan jamak bukan dalam perjalanan ini kalau menjadi kemantapan kebolehannya jangan dijadikan kebiasaan, karena hanya merupakan keinginan. Jadi hanya dalam keadaan yang sangat memerlukan seperti orang sakit, takut mengalami madharat apabila tidak melakukan jamak.

Sumber : Tanya Jawab Agama 3, hal. 83