TATA KRAMA MASUK RUMAH ORANG LAIN
TATA KRAMA MASUK RUMAH ORANG LAIN
Terkait dengan Tara krama memasuki rumah orang lain terdapat landasan dalil Al-Qur'an sebagai berikut :
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَدْخُلُوْا بُيُوْتًا غَيْرَ بُيُوْتِكُمْ حَتّٰى تَسْتَأْنِسُوْا وَتُسَلِّمُوْا عَلٰۤى اَهْلِهَا ۗ ذٰ لِكُمْ خَيْرٌ لَّـكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat."
(QS. An-Nur 24: Ayat 27)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
فَاِ نْ لَّمْ تَجِدُوْا فِيْهَاۤ اَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوْهَا حَتّٰى يُؤْذَنَ لَـكُمْ ۚ وَاِ نْ قِيْلَ لَـكُمُ ارْجِعُوْا فَا رْجِعُوْا ۚ هُوَ اَزْكٰى لَـكُمْ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ
"Dan jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, "Kembalilah!" Maka (hendaklah) kamu kembali. Itu lebih suci bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS. An-Nur 24: Ayat 28)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
لَـيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَا حٌ اَنْ تَدْخُلُوْا بُيُوْتًا غَيْرَ مَسْكُوْنَةٍ فِيْهَا مَتَا عٌ لَّـكُمْ ۗ وَا للّٰهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَمَا تَكْتُمُوْنَ
"Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak dihuni, yang di dalamnya ada kepentingan kamu; Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan."
(QS. An-Nur 24: Ayat 29)
SABANUN NUZUL
a. Diriwayatkan, bahwa sebab nuzulnya ayat ini ialah, bah- wa ada seorang perempuan datang berkunjung ke rumah Nabi saw lalu ia bertanya: Ya Rasulullah, sesungguhnya aku biasa di rumahku dalam keadaan yang aku tidak suka dilihat oleh siapa- pun, baik oleh orang tua sendiri maupun anak-anak, kemudian tiba-tiba ada seseorang yang datang lalu begitu saja masuk ke (rumah)-ku. Apa yang harus kuperbuat? Kemudian turunlah ayat yang mulia: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah ka- mu masuk rumah orang lain.dst".
b. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Muqatil, bahwa sesesungguhnya tatkala turun firman Allah tersebut maka Abu Bakar ra: bertanya Ya Rasulullah, bagaimana halnya dengan pedagang pedagang Quraisy yang mondar mandir antara Mekah, Madinah, Svam dan Baitul Maqdis, di mana mereka memiliki rumah-rumah di jalan. lalu bagaimana cara mereka meminta ijin dan bersalam sedang rumah-rumah tersebut tidak berpenghuni? Maka Allah SWT kemudian memberi keringanan dengan diturunkannya ayat: "Tidak ada dosa bagi kamu masuk rumah rumah yang bukan rumah kediaman. dst"
TAFSIRNYA
1. Dimulainya sapaan (khithab) dengan lafal (hai orang-orang yang beriman) adalah untuk mengisyaratkan ke- tinggian kedudukan orang mukmin dalam pandangan Allah SWT Maka mukmin adalah insan yang patut dibebani (kewajiban) dan disapa oleh Allah, sedang orang kafir adalah seperti hewan yang tidak berhak dimuliakan atau disapa. Maha Benarlah Allah dengan firman-Nya: "Mereka itu seperti binatang bahkan lebih sesat" (QS. al-A'raf 7: 179) Inilah rahasianya Allah SWT memanggil orang-orang mukmin dengan sapaan "Hai orang-orang yang beriman"
2. Menyifati "rumah-rumah" dengan "yang bukan rumahmu sendiri" itu menyalahi kebiasaan yang lazim sebab yang lazim yaitu masuk ke dalam rumah sendiri yang memang miliknya, sedang kata بيوتا dalam bentuk "nakirah" itu menunjukkan umum.
3. Firman Allah: حَتَّى تَسْتَأْنِسُو
(sehingga kamu minta izin) itu maknanya lembut sekali sebab yang dimaksud bukan semata-mata minta izin tetapi yang dimaksud yaitu mengetahui kerelaan dengan senang hati pemilik rumah untuk mengizinkan si pengunjung masuk dalam rumahnya, apakah ia memang rela atau tidak
Al-allamah al-Maududi berkata: Orang sering keliru mengartikan kata "minta izin" padahal antara dua kata itu ada perbedaan arti yang semata-mata diartikan yang halus, yaitu bahwa kata "isti'nas" itu lebih umum dan lebih meliputi daripada kata "isti'dzan" sehingga makna حَتَّى تَسْتَأْيوا itu ialah: sehingga kamu mengetahui kerelaan dan ke- senangan hati penghuni rumah akan keinginannya untuk masuk rumahnya.
4. Firman Allah "dan jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya" itu adalah suatu bentuk ungkapan yang lembut dan halus sebab kadang-kadang di rumah (yang dituju) itu ada pemiliknya dan tidak menolak kepada si pengunjung, atau ia tidak mengizinkannya (masuk) maka dalam hal seperti ini tepat sekali kalau dikatakan bahwa pengunjung tidak menemui seorang pun, maka kalau dikatakan "maka jika di dalamnya tidak ada seorang pun tentu tidak terasa adanya rahasi yang lembut ini. Walhasil, ayat ini melarang memasuki rumah (orang lain) dalam dua situasi، yaitu :
a. Dalam situasi tertentu yang dirahasiakan oleh pemilik rumah sehingga ia tidak mengizinkan pengunjungnya masuk Ini sebagaimana disyaratkan dalam firman Allah "maka jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya"
b. Dalam situasi tertentu yang nyata, yakni penghuni rumah memang secara terang-terangan tidak mengizinkan pengunjungnya masuk. Ini sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah "dan jika dikatakan kepadamu: Kembalilah! Maka hendaklah kamu kembali",
5. Firman Allah "maka kembalilah" itu, al-allamah Ibnu Katsir rah. berkata: Sebagian sahabat Muhajirin berkata: Sungguh aku telah mencari sepanjang usiaku tentang (makna) ayat ini, maka apa yang kudapatkan ialah, bahwa pada waktu aku minta izin sebagian temanku (untuk masuk rumahnya) kemudian dikatakan kepadaku Kembalilah! Maka akupun kembali, sedang aku tetap dalam keadaan senang hati karena firman Allah Ta'ala "dan jika dikatakan kepadamu kembalilah! Maka kem balilah, karena itulah yang lebih suci bagimu".
6. Zamakhayari berkata: Apabila seorang pengunjung (tamu) dilarang (masuk), maka ia harus berhenti dari segala upaya yang dapat mengganggu (pemilik rumah) seperti mengetuk pintu dengan keras, memanggil-manggil penghuni rumah dengan suara keras dan apa yang sekiranya digolongkan perbuatan tak sopan.
7. Firman Allah "Allah mengetahui apa yang kamu tampakkan dan apa yang kamu sembunyikan" itu merupakan suatu ancaman keras terhadap orang yang bermaksud buruk yaitu mereka yang masuk rumah orang lain hanya bertujuan melihat aurat orang lain atau tujuan-tujuan buruk lainnya.
Sumber : tafsir ayat ahkam ash-Shabuni.