FATWA TARJIH TENTANG BERSEDEKAP SETELAH ITIDAL

Setelah melakukan gerakan itidal, yaitu mengangkat tangan dari ruku dengan mengucapkan "sami allohu liman hamidah rabbanaa walakal hamdu", sambil kedua tangan turun dan bersikap seperti semula. Di masyarakat terjadi perbedaan posisi kedua tangan setelah itidal, dengan meluruskan kedua tangan dan ada yang bersedekap seperti saat memulai shalat. Dalam fatwa tarjih Muhammadiyah telah dibahas tentang masalah ini, dimana beberapa hadis perlu di perhatikan. 

Di dalam hadits Abu Hamid As-Saidy yang diriwayatkan imam at-Turmudzi disebutkan :


كان رسول الله ص.م. إذا قام إلى الصلاة قال: سمع الله لمن حمده و رفع يديه و اعتدل حتى يرجع كل عظم في موضعه معتدلا


Artinya : Pernah Rasulullah saw apabila berdiri sembahyang, kemudian beliau berkata (membaca) سمع الله لمن حمده (samiallaahu liman hamidah) dan beliau mengangkat dua tangannya dan berdiri tegak hingga tiap-tiap anggotanya kembali mengambil tempat masing-masing dengan lurus.
Disebutkan oleh pengarang kitab الفقه الإسلامي و أدلته (al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh), Dr. Wahbah az-Zuhaili, Juz I halaman 658 :


و قال أبو يوسف و الأئمة الآخرون: الرفع من الركوع و الاعتدال قائما مطمئنا ركن أو فرض في الصلاة و هوان يعود إلي الهيئة التي كان عليها قبل الركوع …


Artinya : Abu Yusuf dan para imam (ahli fiqh) yang lain berkata : bangun / bangkit dari ruku dan Itidal dalam keadaan berdiri penuh tumaninah, baik itu rukun atau fardlu shalat, yaitu ia kembali kepada keadaan semula sebelum ruku.
Dari kedua kutipan di atas, kami cenderung berkesimpulan bahwa pada waktu Itidal tidak dengan bersedekap, tetapi tangannya lurus ke bawah, seperti yang kita lakukan selama ini.
Mengenai hadits Wail bin Hajm al-Hadlrami yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan disahihkannya seperti yang saudara lampirkan itu yang dikutip dari kitab السنن المهجورة, (sunah-sunah yang ditinggalkan / dibiarkan), karangan dari Anis bin Ahmad bin Thahir itu, dapat kami informasikan untuk menjadi wawasan sauadara sebagai berikut :


1. Perkataan و وضع كفيه (meletakkan kedua pergelangan tangannya) tidak jelas menunjukkan kepada bersedekap, tetapi bisa pula dipahami lurus ke bawah. Kalau dimaksudkan meletakkan tangan ke dada (bersedekap), tentu bunyi hadits itu و وضع كفيه في صدره (dan meletakkan kedua pergelangannya ke dadanya).


2. Ahli hadits Muhammad Nashiruddin al-Baniy di dalam bukunya صفة صلاة النبي (sifat shalat Nabi) pada halaman 130 menerangkan dengan kata-kata sebagai berikut :


… عن الإمام احمد رحمه الله أنه قال: إن شاء أرسل يديه بعد الرفع من الركوع و إن شاء وضعهما لأنه لا يرفع ذلك إلي النبي صلعم. و إنما قاله باجتهاده و رأيه و الرأي قد يخطئ …


Artinya : Dari Imam Ahmad semoga Allah merahmatinya (diriwayatkan) beliau berkata : Jika (seseorang) menghendaki melepaskan kedua tangannya sesudah bangkit dari ruku dan (bila) ia menghendaki (boleh pula) meletakkan kedua tangannya (di atas dada atau bersedekap) Kemudian Nashiruddin al-Baniy berkomentar, sesungguhnya yang demikian tidak marfu kepada Nabi saw. Itu adalah perkataan Imam Ahmad atas dasar ijtihad dan pendapatnya. Sedangkan pendapat itu kadang bisa salah dan keliru … .


3. Hadits Wail tersebut terkesan sebagai suatu sunnah yang tidak diamalkan oleh kebanyakan ulama, dan kalau kita mengikuti pendapat Imam Ahmad, maka itu tidak mengikat dan tidak bisa memaksa orang yang tidak mengikutinya. Kami masih meragukan kesahihan riwayat tesebut.