Pembelajaran PAI Pada Anak Usia Remaja
Pembelajaran PAI Pada Anak Usia Remaja
Pendidikan Agama Islam adalah ilmu yang membahas tentang rekayasa untuk membentuk dan mengembangkan rasa agama dengan perspektif islam. Pendidikan Agama Islam bertugas menggarap tentang pembentukan dan pengembangan substansi kemanusiaan. Pendidikan Agama Islam dalam pembelajaran mempunyai dua pokok pembahasan, yaitu pertama, membahas tentang substansi dari agama Islam itu sendiri, yaitu tentang apa yang akan dibentuk dan dikembangkan dalam proses PAI, kedua, tentang rekayasa atau strategi, yaitu tentang bagaimana Agama Islam dibentuk dan dikembangkan dalam proses PAI.
Untuk mencapai tujuan dari Pembelajaran Pendidikan Agama Islam agar efektif diperlukan ilmu bantu, yaitu Psikologi Islam dan Psikologi Agama. PAI sebagai ilmu bertugas menggarap tentang pembentukan dan pengembangan substansi kemanusiaan, dengan bantuan psikologi agama dapat dijadikan dasar pengembangan berbagai macam strategi dan metode mengajar, sesuai dengan tahapan-tahapan usia perkembangan anak baik dalam mengembangkan dimensi rasa agama dan pengalaman rasa agama.
Rasa agama adalah suatu dorongan dalam jiwa yang membentuk rasa percaya Sang Pencipta, rasa tunduk, serta dorongan taat atas aturan-Nya. Dan rasa keagamaan ini memiliki akar kejiwaan yang bersifat bawaan dan berkembang dipengaruhi oleh factor eksternal. (Clark, 1958,hlm.88). Salah satu contoh teori dalam psikologi agama yang dapat dijadikan dasar pengembangan strategi PAI adalah membentuk hati nurani, yaitu terkristalnya nilai-nilai agama dalam jiwa. Dari contoh teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama adalah pendidikan nilai.
Menghadapi fase perkembangan kehidupan remaja yang merupakan masa transisi ke masa pemilikan identitas, dengan kemunculan berbagai gejolak jiwa, maka peran guru agama atau peran PAI sangat strategis dalam mengatasi kemelut batin remaja, bila strategi pembelajaran PAI tepat. Sebaliknya bila gagal, maka kemungkinan yang terjadi adalah para remaja akan menjauhkan diri dari agama, mencari agama baru, atau menjadi orang yang taat.
Pendidikan Agama Islam dalam pembelajaran harus melakukan pendekatan baru dalam membimbing remaja, dengan melakukan pendekatan psikologi perkembangan yang serasi dengan karakteristik usia remaja. Nilai-nilai agama tidak hanya diinformasikan dengan ajaran yang normative, hitam putih, dosa dan pahala, surga dan neraka atau siksa dan ganjaran.
Menurut Verbit, ada enam dimensi rasa keagamaan yang dirumuskan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi para pendidik, yaitu :
1. Dimensi doktriner
Adalah pernyataan tentang hubungan dengan Tuhan (spilka, 1985,hlm. 7). Perkembangan keyakinan pada usia remaja yang dimiliki, merupakan lanjutan dari yang telah diterima pada usia anak-anak, atau merupakan hal bahan baru yang telah diterima pada usia remaja. Tetapi tentang cara pandang akan berbeda ketika usia anak-anak. Kemampuan remaja yang dapat menerima faham baru dalam keyakinan yang berbeda pada usia anak-anak akan sangat berbahaya bila berada pada lingkungan yang berbeda agama. Maka perlunya pemilikan lingkungan keagamaan sejenis yang kuat bagi remaja.
2. Dimensi ritual
Sifat perilaku peribadatan pada usia remaja berbeda dari usia anak. Jika usia anak lebih dipengaruhi olehkepentingan yang bersifat konkrit dan dorongan dari luar dirinya, sedangkan pada usia remaja, tujuan dan sifat peribadatan banyak dipengaruhi oleh dorongan dari dalam. Peribadatan remaja banyak dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa kejiwaan yang sedang dialami atau pengalaman spiritual yang dialami. Pendekatan pembelajaran PAI disamping pembiasaan, khususnya usia remaja dapat ditingkatkan pada pemahaman terhadap makna ibadah dan makna psikologis bagi kehidupannya.
3. Emosi keagamaan
Sensitivitas emosi remaja memiliki keuntungan bagi perkembangan keagamaan, yaitu kesungguhan dalam emosi dalam diri remaja dapat diarahkan untuk memiliki pengalaman jiwa dalam keyakinan dan ibadahnya, serta dapat membantu memecahkan masalah konflik yang sedang dihadapi. (Clark, 1958,hlm.116-117).
4. Knowledge
Aspek perkembangan pengetahuan dalam diri remaja dapat mendorong belajar agama dengan sungguh-sungguh.
5. Ethic
Perkembangan moral pada usia remaja berada pada fase autonomy, yaitu orientasi moral pada remaja didasarkan pada prinsip-prinsip aturan yang telah terinternalisasi dalam hati nurani melalui otoritas eksternal dan orientasi social. Pada aspek moral ini, perlu mendapat perhatian bagi para orang tua dan para guru agar memperhatikan adanya kemungkinan muncul konflik dalam diri remaja manakala terjadi perbedaan konsep moral saat bertemu dengan teman sebaya yang berakibat tertekannya perasaan yang cukup berat. Peran PAI dalam mengatasi tekanan perasaan remaj inilah sangat dibutuhkan.
6. Orientasi social
Karakteristik yang menonjol pada orientasi kehidupan social remaja adalah kuatnya rasa ikatan diri terhadap kawan sebaya dan kelompok. Sehingga kelompok kawan sebaya akan memberi pengaruh yang cukup kuat setelah keluarga, terhadap perkembangan remaja.(Lugo dan Harshey, 1974, hlm.506) keuntungan teman sebaya yang segama sangat berperan penting dalam dua hal, yaitu menjadi sumber proses pengayaan konsep keagamaan remaja melalui proses aplikasi perilaku, dan akan menumbuhkan rasa kepedulian social keagamaan.
A. KESIMPULAN
Berangkat dari dimensi perkembangan jiwa remaja dan tugas dari Pendidikan Agama Islam sebagai pembentukan dan pengembangan substansi kemanusiaan. Penulis dapat memberi kesimpulan agar mencapai tujuan dari Pembelajaran Pendidikan Agama Islam agar efektif, setiap guru atau para tokoh yang terjun dalam proses Pendidikan Agama Islam sebaiknya mempertimbangkan aspek-aspek sebagai berikut :
1. Membekali diri dengan ilmu psikologi Islam dan psikologi agama sebagai ilmu bantu dalam melakukan proses pembimbingan terhadap anak pada usia remaja. Kepentingan ilmu psikologi Islam adalah agar dapat mengetahui apa itu jiwa, dari mana jiwa berakar, apa saja substansinya, kemana arah perkembangannya, dan apa karakter jiwa yang berkembang secara sehat dan sakit. Sedangkan psikologi agama dapat member informasi tentang apa rasa agama, apa indikatornya, bagaimana mengukur dan mengembangkannya sehingga mampu membentuk religiositas tertentu. Juga dapat diketahui tahap-tahap perkembangan rasa agama, factor-faktor yang mendukung dan menghambat perkembangannya serta bentuk penyimpangan dan cara mengatasinya.
2. Dalam proses pembimbingan dapat dilakukan dengan pendekatan strategi yang sesuai dengan dimensi perkembangan psikologi usia remaja dalam memahami agama.
3. Mempertimbangan dimensi perkembangan rasa agama diri remaja pada enam aspek rumusan dari Verbit, yaitu doktrin, ritual, emotion, knowledge, ethic dan community, Sehingga akan dapat membantu proses PAI mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan mencapai sasaran dengan tepat.
4. Memposisikan diri sebagai pendamping dan pembimbing dalam membantu remaja dalam menghadapi problem-problem multi dimensi yang muncul akibat berfungsinya hati nurani, masa transisi dalam mencari identitas baru, dan akibat mulai munculnya dorongan seksual yang menyatu dalam dirinya.
5. Mengajarkan PAI tidak sebatas normative, tetapi harus meningkat pada pemahaman nilai-nilai dan pengembangan rasa agama atau pengalaman beragama, sehingga intensitas pengalaman rasa agama yang dialami akan membantu semakin tingginya memegang agama karena dapat membantu problem hidupnya.